Dua Dunia

Ini adalah novelku yang pertama. Enjoy...

Saturday, June 18, 2005

BAB 23 DWINA

Tuhan, aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Aku sudah capek Tuhan, capek untuk hidup. Ingin rasanya aku minta Engkau untuk mencabut nyawaku sekarang saja. Toh tak akan ada orang yang merasa kehilanganku. Orang tuaku tidak, Steve apa lagi. Orang tuaku mungkin akan menangis sejenak, namun tak lama pasti mereka akan lupa padaku. Toh aku sudah terlalu lama tidak tinggal serumah dengan mereka. Mereka sudah terbiasa hidup tanpaku. Kepergianku tidak akan membuat mereka merasa kehilangan apa-apa. Bagi Steve kematianku bahkan menjadi lonceng kebebasan baginya. Sudah jelas bahwa ia sudah bosan denganku. Ia dengan mudah akan mendapatkan pengganti diriku.

Kenapa harus kau timpakan semua penderitaan ini kepadaku ya Tuhan. Marahkah Engkau padaku. Apakah ini semua balasan atas dosa-dosaku. Bila memang demikian nampaknya tak ada yang bisa kulakukan selain menjalaninya Tuhan. Aku hanya berharap kematianku ini bisa menebus semuanya. Hanya itu yang bisa aku pohonkan kepadaMu.

Dan kini ada seorang yang dekat denganku. Apakah ia adalah jawabanMu atas doa-doaku ya Tuhan. Ia memang berbeda dengan yang lain. Ia tidak banyak bicara. Ia tak pernah marah padaku. Ia juga tidak pernah minta apa-apa dariku, seakan ia orang yang paling kaya di dunia. Padahal aku tahu ia hanyalah seorang mahasiswa miskin. Namun karena itu juga aku tidak tahu apa maksudnya. Ia tidak pernah mengatakan maksudnya. Ia hanya selalu ada untuk mendengarkan segala keluh kesahku. Ia sendiri tidak pernah membuka diri kepadaku. Aku merasa rendah dihadapannya karena aku tidak pernah memberikan apa-apa padanya, kecuali mentraktirnya tentu saja. Tapi di luar itu tidak ada. Ia kelihatannya sudah dapat mencukupi kebutuhannya sendiri.

Tak pernah sedikit pun ia menunjukkan perhatian kepadaku seperti layaknya perhatian seorang pria kepada wanita. Aku bahkan sempat berpikir jangan-jangan ia homo. Tapi kupikir tidak mungkin, karena aku tidak pernah melihat ia dekat dengan laki-laki. Ia bahkan kelihatan cukup dekat dengan seorang rekannya di biro, mungkin itu pacarnya. Tapi aku benar-benar tidak tahu kenapa ia tidak pernah mau membuka diri kepadaku. Aku bingung Tuhan, sesungguhnya siapakah dia. Apakah ia mencintaiku?

Aku memang masih mencintai Steve. Tak semudah itu aku dapat berpindah ke lain hati. Namun aku hanyalah seorang wanita yang kadang ingin dikagumi. Dan ia nampaknya tidak sedikit pun tertarik kepadaku. Beda sekali dengan Steve dulu.

Tentu saja kalau bisa Tuhan, aku ingin kembali ke keadaan dahulu, ketika aku baru mulai pacaran dengan Steve. Semua terasa begitu indah. Ia benar-benar memperlakukan aku sebagai seorang tuan putri. Ia mengagumiku. Ia pernah berkata bahwa susah mencari cewek yang seperti aku. Siapa yang tidak akan tersanjung jika dipuji seperti itu. Terlalu sukarkah bagiMu Tuhan untuk mengubah hatinya supaya ia menyayangi aku seperti dulu kala? Kadang aku berpikir apakah semua cowok seperti itu, habis manis sepah dibuang?

Apakah ini memang hukumanmu untukku Tuhan, sehingga Kau pertemukan aku dengan Steve yang begitu rupa menyakitiku. Mengapa semua yang mulanya manis seperti madu di mulut harus menjadi pahit empedu ketika harus ditelan? Apakah Engkau memang Maha Penghukum sehingga tak ada suatu pun yang tak berbalas. Apakah Engkau yang harus kusalahkan dari semua ini, atau semua memang salahku sendiri. Salahkan aku berharap sebuah kebahagiaan Tuhan, walaupun aku tahu bahwa aku tak pantas karena dosa-dosaku.

Lalu apakah Hardi adalah pertanda bahwa Engkau memang Maha Pemaaf. Apakah ia jalan keluar yang memang Engkau sediakan untukku. Ah…! Kepalaku kalut Tuhan. Aku tak sanggup lagi! Berikan aku petunjuk Tuhan, kalau tidak lebih baik cabut saja nyawaku ini.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home