Dua Dunia

Ini adalah novelku yang pertama. Enjoy...

Tuesday, May 31, 2005

Bab 8 DWINA

Asyik juga tadi, bisa nyela tanpa balas dicela. Sudah lama aku tidak menemukan keasyikan seperti tadi. Terutama sejak setahun terakhir ini. Dulu aku dengan Steve juga begitu. Aku bisa nyela dia tanpa menjadi marahan. Apakah itu semua karena kami baru jadian, jadi masih saling menahan diri? Belakangan ini setiap argumen sekecil apa pun sudah cukup untuk menyulut sebuah perang mulut berkepanjangan, dan biasanya hanya berakhir dengan satu hal, air mataku. Mungkin di sini aku bisa mendapat sebuah oasis, sebuah tempat persinggahan dari segala beban hidupku. Meskipun kami belum terlalu kenal, aku bisa bercanda akrab dengannya tanpa prasangka sedikit pun, dan tidak perlu takut ia marah. Sepertinya orang seperti Mas Hardi bisa dijadikan sahabat.

O ya, aku tahu, aku harus mengajak Hardi makan steak. Anaknya sih asyik, cuma sayangnya kurang gaul. Biar dia tahu bedanya sirloin dengan tenderloin, T-bone dengan rib. Tuh anak cuma makannya di warung padang kayaknya. Kalau harus nraktir juga nggak apa-apa. Hitung-hitung bayar biaya konsultasi, soalnya bironya gratis. Kuajak ke mana yah? Mungkin sebaiknya ke Cilaki. Harganya murah, terjangkau kantongku.

Tapi kalau ketahuan Steve bagaimana yah? Ini bisa menyulut pertengkaran lagi. Huh, gimana nanti sajalah. Pokoknya aku mau enjoy. Lagi pula aku belum balas dendam karena ia kemarin jalan bareng dengan Vero. Kenapa ia boleh jalan dengan cewek lain sedangkan aku tidak boleh? Lagi pula ia kan cuma konselorku. Di antara kami memang tidak ada apa-apa kok. Lagian, siapa juga yang bisa naksir dengan cowok tipe kayak Hardi. Tampang pas-pasan kalau nggak mau dibilang jelek. Memang sih, ada manisnya, tapi cuma dikiiiiit. Perlu ditambah lagi gula satu ton.
Pokoknya aku mesti berhasil ngajak cowok nggak gaul itu jalan bareng. Dan hasilnya, lihat saja nanti!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home