Dua Dunia

Ini adalah novelku yang pertama. Enjoy...

Tuesday, May 31, 2005

Bab 5 DWINA

Macet sekali hari ini, gara-gara aku sedikit terlambat bangun, harus dibayar dengan setengah jam terlambat. Kenapa sih angkot-angkot itu nggak pernah bisa tertib, kan sedikit banyak bisa mengurangi kemacetan. Jakarta mungkin macet karena kebanyakan mobil pribadi, tapi Bandung karena kebanyakan angkot. Mungkin cuma kalah sedikit dibandingkan dengan Bogor. Pokoknya bagaimana pun, aku terlambat untuk asistensi hari ini!

Jamku menunjukkan pukul 9.36, seharusnya aku tiba setengah jam yang lalu, dan dosenku yang satu ini lulusan Jerman dan disiplinnya juga disiplin Jerman. Alamat aku tidak akan diterima masuk ke dalam kantornya.

Kuketuk pintu kantornya perlahan, lalu masuk tanpa permisi seperti yang biasa kulakukan sebelumnya.
Tanpa nada marah ia menyapaku, “Kau tentunya tahu jam berapa sekarang.”
“Di jalan macet banget, Pak.”
“Kau tentunya tahu aku tidak akan menyediakan waktu karena engkau datang terlambat.”
“Tapi saya bukannya sengaja datang terlambat,” kataku tak kalah sengit.
“Sudah pernah kukatakan, datanglah selalu lebih awal, engkau tidak akan tahu apa yang terjadi di jalanan,” katanya tetap dengan suara yang tenang.
“Yang penting kan niatnya, Pak.”
“Ini yang kedua kalinya, keledai saja tidak pernah jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.”
“Tapi kan saya bukan keledai Pak,” aku masih tak mau mengalah.
“Aku hargai keberanian dan persistensimu. Namun bagaimanapun aku sudah berkata, kalau kau terlambat, kau tidak bisa asistensi, dan kita sama-sama setuju. Kau harus membuat janji lagi.”
“Saya sudah kepepet Pak, bisa nggak kekejar wisuda kali ini.”
“Kamu sendiri yang menentukan, bukan aku.”
“Tolonglah Pak,” kataku mulai memelas.
“Aku ada waktu besok pukul tujuh sampai sembilan, jangan terlambat lagi.”
“Waduh pagi sekali Pak.”
“Take it or leave it, ” katanya tegas.
Well, aku tak ada pilihan lain. Aku harus berangkat pagi-pagi sekali besok.

Pak Reinhart sebenarnya baik hati, cuma tegasnya itu yang nggak ketulungan. Dan kalau sekali ia telah bersabda, tidak ada koreksi dan akan ditaatinya sampai mati. Lebih tepat kalau namanya ia ganti saja dengan Lionheart, mengikuti Richard the Lionheart. Tapi, seperti kataku, meskipun keras, ia orang yang fair. Ia tidak pernah main belakang. Aku beruntung sebetulnya dapat pembimbing seperti dia.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home